SEJARAH SUKHOI
Pada tahun 1969, Uni Soviet
mendapatkan informasi bahwa Angkatan Udara Amerika Serikat telah memilih
McDonnell Douglas untuk memproduksi rancangan pesawat tempur eksperimental
(yang akan berevolusi menjadi F-15). Untuk menghadapi ancaman masa depan ini,
Uni Soviet memulai program PFI (Perspektivnyi Frontovoy Istrebitel,
"pesawat tempur taktis mutakhir") yang direncanakan menghasilkan
pesawat yang bisa menyaingi hasil rancangan Amerika Serikat.
Namun, spesifikasi yang dibutuhkan
untuk memenuhi syarat-syarat program ini pada satu pesawat saja ternyata
terlalu rumit dan mahal. Maka program ini dibagi menjadi dua, yaitu TPFI
(Tyazholyi Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel, "pesawat tempur taktis
mutakhir berat") and the LPFI (Legkiy Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel,
"pesawat tempur taktis mutakhir ringan"). Langkah ini juga mirip apa
yang dilakukan Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat memulai program
"Lightweight Fighter" yang nantinya akan menghasilkan F-16. Sukhoi
OKB diberikan program TPFI.
Rancangan Sukhoi pertama kali
muncul sebagai pesawat sayap delta T-10, yang pertama terbang pada tanggal 20
Mei 1977. T-10 terlihat oleh pengamat Barat, dan diberikan kode NATO Flanker-A.
Perkembangan T-10 menemui banyak masalah, yang berakibat pada kehancuran ketika
salah satu pesawat ini jatuh pada tanggal 7 Mei 1978. Kejadian ini kemudian
ditindaklanjuti dengan banyak modifikasi perancangan, yang menghasilkan T-10S,
yang terbang pertama kali pada 20 April 1981. Pesawat ini juga menemui
kesulitan, dan jatuh pada tanggal 23 Desember 1981.
Versi produksi pesawat ini (Su-27
atau Su-27S, dengan kode NATO Flanker-B) mulai dipakai Angkatan Udara Soviet
pada tahun 1984, tetapi baru dipakai menyeluruh tahun 1986, karena sempat
terhambat oleh masalah produksi. Pesawat ini dipakai oleh Pertahanan Anti Udara
Soviet (Voyska PVO) dan Angkatan Udara Soviet (VVS). Pemakaiannya di V-PVO
adalah sebagai interseptor, menggantikan Sukhoi Su-15 and Tupolev Tu-28. Dan
pemakaiannya di VVS lebih difokuskan kepada interdiksi udara, dengan tugas
menyerang pesawat bahan bakar dan AWACS, yang dianggap sebagai aset penting
angkatan udara NATO
Desain aerodinamisasi dasar dari
Su-27 mirip dengan MiG-29 hanya lebih besar. Pesawat ini sangat besar sehingga
untuk meringankan beratnya material titanium banyak digunakan (sekitar 30%).
tidak ada material komposit yang digunakan. Sayap yang sayung kebelakang
menyatu dengan badan pesawat pada perpanjangan leading edge dan pada dasarnya
sayap berbentuk delta, hanya bagian ujung luar saja yang dipotong untuk tempat
rel rudal diujung sayap. Su-27 bukanlah sebuah pesawat delta murni karena masih
mempertahankan bentuk ekor konvensional, dengan menggunakan 2 sirip ekor
vertikal di sisi luar kedua mesinnya, dan dibantu dengan 2 ekor tengah melipat
kebawah untuk membantu stabilitas lateral.
Mesin turbofan Lyulka AL-31F
disediakan tempat yang sangat lebar, tempat yang lebar ini disediakan untuk alasan keamanan dan untuk menjamin
aliran udara yang tidak terputus pada bukaan udara masuk. Ruangan yang tercipta
di antara dua buah mesin juga menyediakan daya angkat tambahan sehingga mengurangi
beban sayap. Saluran penuntun yang bisa digerakan pada bukaan udara masuk
memungkinkan pesawat mencapai kecepatan Mach 2+ , dan membantu menjaga aliran
udara mesin pada saat sudut alpha tinggi.Sebuah layar penyaring ditempatkan
pada bukaan udara masuk untuk melindungi mesin dari kotoran saat lepas landas.
Su-27 adalah pesawat operasional
pertama Uni Soviet yang menggunakan sistem kontrol penerbangan fly by wire ,
dikembangkan berdasarkan pengalaman Sukhoi OKB pada proyek Pengebom Sukhoi T-4.
Sistem ini dikombinasi dengan beban saya yang relatif rendah dan kontrol
penerbangan dasar yang kuat , maka menghasilkan pesawat yang luar biasa lincah,
tetap mudah dikontrol walaupun pada kecepatan sanagat rendah dan susut serang
tinggi. Pada pameran dirgantara , pesawat ini mampu mendemonstrasikan kemampuan
manuvernya dengan aksi "patukan kobra" (kobra Pugachev) atau
pengereman dinamis - mempertahankan level penerbangan pada sudut serang 120°.
Pengarah semburan jet juga sudah di uji coba dan sudah diterapkan pada model-model
akhir yaitu Su-30MKI dan Su-37, memungkinkan pesawat untuk berbalik tajam
dengan radius putar hampir nol, menggunakan teknik somersault vertikal ke
gerakan pelurusan kembali dan mengambang terbatas dengan hidung pesawat
menghadap keatas.
Versi laut dari Flanker (lebih
dikenal dengan nama Su-33), menggunakan kanard untuk daya angkat tambahan,
mengurangi jarak lepas landas (sangat penting untuk kapal yang beroperasi dari
kapal induk tanpa sistem ketapel , Admiral Kuznetsov ). Kanard ini juga digunakan
pada beberapa Su-30, Su-35, dan Su-37.
Kanopi Su-27UB.
Sebagai tambahan pada
kelincahannya , Su-27 menggunakan volume internalnya yang besar untuk menyimpan
bahan bakar dalam jumlah besar pula. Pada konfigurasi berlebih untuk jarak
tempuh maksimum, pesawat ini mampu membawa 9.400 kg bahan bakar internal, bagaimanapun
juga dengan beban seperti itu kemampuan manuvernya menjadi terbatas, dan beban
normal adalah 5.270 kg.
Su-27 dipersenjatai dengan sebuah
kanon Gryazev-Shipunov GSh-30-1 kaliber 30 mm di pangkal sayapnya, dan
mempunyai 10 cantelan senjata untuk tempat rudal dan senjata lainya. Standar
persenjataan rudal untuk pertempuran udara ke udara adalah campuran dari rudal
Vympel R-73 (AA-11 Archer) dan rudal Vympel R-27 (AA-10 'Alamo') , Senjata
terakhir mempunyai versi jarak tempuh yang diperjauh dan model kendali infra
merah. Varian Flanker yang lebih canggih seperti Su-30, Su-35, dan Su-37 juga
bisa membawa rudal Vympel R-77 (AA-12 Adder).
Su-27 mempunyai sebuah display
kepala tegak berkontras tinggi yang bisa disetel dan incaran yang dipasang di
helm , dimana , bila dipasangkan dengan rudal R-73 dan kelincahan pesawat yang
sangat tinggi membuat pesawat ini menjadi salah satu pesawat terbaik untuk
pertempuran udara jarak dekat.
Radar Su-27 terbukti menjadi
masalah besar dalam pengembangan Su-27. Permintaan awal dari Uni soviet adalah
sangat ambisius , mengharapkan kemapuan untuk menyergap multi target dan jarak
pantau 200km terhadap pesawat seukuran pengebom (RCS 16 meter persegi untuk
sebuah Tu-16). Hal ini akan melampaui kemampuan deteksi radar APG-63 dari F-15
(sekitar 180km untuk target ber-RCS 100 meter persegi) dan kemampuan radar
Su-27 ini kira-kira setara dengan Zaslon phased array radar seberat 1 ton yang
digunakan di pesawat MiG-31.
[sunting]Sejarah tempur
Walaupun Su-27 dianggap memiliki
kelincahan yang mengagumkan, pesawat ini belum banyak dipakai pada petempuran
yang sebenarnya. Pemakaian pesawat ini yang patut disebut adalah pada Perang
Ethiopia-Eritrea, dimana pesawat-pesawat Sukhoi Su-27A Ethiopia dipakai untuk
melindungi pesawat pengebom MiG-21 dan MiG-23. Pada perang itu, pesawat-pesawat
Su-27 tersebut berhasil menghancurkan empat MiG-29 Eritrea.
Salah satu pilot yang berhasil menembak jatuh lawan adalah
Aster Tolossa, yang menjadi wanita Afrika pertama yang memenangi sebuah
pertempuran udara.
Serikat menggunakan pesawat Antonov-62.
0 komentar:
Posting Komentar